Mozaik Islam
Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRIBid’ah Adalah Sesat
Diantara bukti yg terkuat yg menunjukan kesempurnaan, kelengkapan & kelayakan syariah utk seluruh zaman, tempat & kondisi adalah: bahwa syariah islam menetapkan prinsip dalam segala sesuatu adl suci & boleh, kecuali yg dalil syar’i menunjukan atas kenajisan atau keharamanya, sebagaimana ditetapkanya kaidah bahwa adat & seluruh bentuk muamalat adl halal & boleh kecuali yg dinyatakan haram oleh Yang memiliki otoritas utk membuat syariat. Maka prinsip dasar bagi setiap akad & muamalah, & segala macam bentuk jual beli & perdagangan, makanan & minuman, kendaraan & barang-barang konsumsi, produk-produk industri & temuan-temuan, serta segala adat & muamalat adl boleh & halal kecuali yg dinyatakan terlarang atau haram oleh syariat karena mengandung kedzoliman atau kerusakan & madharat.
Ini adl kaidah besar yg mencangkup seluruh cabang (furu’) syariah, & cabang-cabang syariah itu byk , senantiasa muncul hal-hal yg baru & selalu berubah-ubah mengikuti perubahan zaman & kondisi.
Jika hakekat ini telah diakui, & kaidah besar ini telah diketahui, maka kita menjadi mengerti bahwa istilah bid’ah tdk berlaku dalam masalah adat, muamalah & temuan-temuan, barang siapa mengklaim haramnya sesuatu dari masalah-masalah itu, maka ia harus mendatangkan dalil atas keharmanya, jika ia tdk memilki dalil maka pernyataanya ditolak, & kembali kpd kaidah bahwa segala sesuatu itu hukum dasarnya boleh.
Ini adl prinsip dasar dalam masalah adat & muamalah, adapun ibadah maka ia kebalikan dari itu, prinsip dasar ibadah adl haram & terlarang kecuali syariat menunjukan pensyariatanya, seorang muslim tdk diperbolehkan utk membuat sendiri satu bentuk ibadah, & tdk diperkenankan utk melakukan taqorub kpd Allah SWT, melainkan dgn sarana yg telah diizinkan & disyariatkan oleh-Nya, jika ia melakukanya maka sesungguhnya ia telah berbuat bid’ah yg sesat, amalnya
Tertolak & tdk diterima, meski niatnya baik & maksudnya ingin mendekatkan diri kpd Allah SWT.
Sungguh byk sekali nash-nash dari qur’an maupun sunnah yg menunjukan bahwa amal apapun yg seorang hamba lakukan utk mendekatkan diri kpd Allah Subhanahu wa ta’ala tdk menjadi soleh & diterima Allah kecuali dgn 2 syarat:
- Pertama: Harus sesuai dgn syariat Allah Subhanahu wa ta’ala & petunjuk Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Kedua: harus ikhlas karena Allah, tdk menyekutukan, tdk riya’ & tdk mencari popularitas.Allah Subhanahu wa ta’ala tdk akan menerima amal melainkan yg dilakukan dgn ikhlas & mengharap ridho-Nya, Allah berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ
“ Dan siapakah yg lbh baik agamanya daripada orang yg dgn ikhlas berserah diri kpd Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan ” ( QS: an-Nisa’: 125)
Ayat di atas memuat 2 syarat diterimanya amal yg pd giliranya akan mendapat ganjaranya, yaitu; ikhlas karena Allah, sebagaimana yg ditunjukan firmanya: ” menundukan wajahnya utk Allah“, & mutaba’ah/mengikuti sunnah Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yg ditunjukan kalimat: ” Sedang ia berbuat baik “, maka sesuatu amalan tdk akan dikatakan baik & soleh melainkan jika dilakukan sesuai dgn yg disyariatkan Allah & Ia mengizinkan hambanya utk melakukanya & bertaqorub kepada-Nya, jika tdk maka amal itu adl bid’ah yg diada-adakan sebagaimana Allah berfirman ketika mengingkari orang-orang musyrik:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاء شَرَعُوا لَهُم مِّنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَن بِهِ اللَّهُ
” Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yg menetapkan aturan agama bagi mereka yg tdk diizinkan (diridhoi) Allah? ” (QS: as-Syura: 21)
Dan berfirman:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
” Yang menciptakan mati & hidup, utk menguji kamu siapa yg lbh baik amalnya ” (QS: al-Mulk: 2).
Allah tdk mengatakan: ” Yang paling byk amalanya “, karena bisa jdi sesuatu amalan itu berat & membutukan byk energy, atau memakan waktu yg panjang & menghabiskan uang yg byk , tetapi ia bukan amal soleh, ia dekembalikan kpd pelakunya & Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikanya sia-sia, karena ia tdk sesuai dgn syariah, atau karena tdk ikhlas, sebagaimana Ia berfirman terkait amalan orang-orang kafir:
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاء مَّنثُورًا
” Dan kami perlihatkan segala amal yg mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yg berterbangan ” (QS: al-furqon: 23).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
” Barang siapa melakukan sesuatu amalan yg tdk ada perintah atau conto dari kami, maka amalan itu tertolak ”
Dan dalam riwayat lain:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد. متفق عليه
” Barang siapa membuat-buat (amalan) dalam perkara kami ini yg tdk termasuk darinya (tidak ada contohnya), maka ia tertolak. (Hadis Riwayat: bukhari Muslim).
Maka baiknya amal tergantung dgn sejauh mana ia sesuai dgn syariat & sejauh mana keikhlasnya karena Allah SWT, Fudhail bin Iyadh dalam menafsirkan ayat ” {أَحْسنُ عَمَلًا} mengatakan: maksudnya adalah: Yang paling ikhlas & paling benar, Maka amal jika ikhlas namun tdk benar tdk diterima, & jika benar namun tdk ikhlas juga tdk diterima sampai ia ikhlas & benar, ikhlas yaitu karena Allah semata, & benar yaitu sesuai dgn sunnah, bacalah ayat berikut:
فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
” Barang siapa mengharap pertemuan dgn Tuhannya, maka hendaklah ia melakukan amal soleh & tdk menyekutukan Tuhanya dgn seorang pun dalam beribadah.”
Semua ibadah qouliyah maupun fi’liyah harus dibangun di atas dasar syariat & ittiba'( mengikuti), bukan atas dasar persepsi & mengada-ada, maka jika ada seorang manusia beribadah dgn sesuatu yg tdk ada petunjuknya dari kitab maupun sunnah atau ijma’, maka itu adl amal yg tdk soleh, syariat yg tdk diperbolehkan oleh Allah SWT, ia adl bid’ah yg diada-adakan yg hanya menambah jauh pelakunya dari Allah SWT, niat yg benar maupun maksud yg baik tdk bermanfaat & tdk dpt menolong, karena niat yg benar tdk dpt merubah yg batil menjadi benar, yg bid’ah menjadi sunnah, & yg maksiat menjadi ketaatan, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
” Dan sungguh, inilah jalan-Ku yg lurus. Maka ikutilah! Jangan kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) yg akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu bertaqwa ” (QS: al-An’am: 153).
Syariat Allah Subhanahu wa ta’ala yg ditunjukan kitab & sunnah adl jalan yg lurus yg wajib diikuti & dan tdk boleh menyimpang darinya, adapun bid’ah & segala perkara yg diada-adakan sesungguhnya adl jalan-jalan yg kita dilarang utk mengikuti & bergantung padanya, dalam hadits yg sohih yg diriwayatkan Ahmad, Nasa’I, & al-hakim dari Abdillah bin Mas’ud r.a. ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat garis dgn tanganya, kemudian bersabda: ” Ini adl jalan Allah yg lurus, sedang jalan-jalan ini setiap darinya ada setan yg senantiasa mengajak kepadanya “, kemudian Beliau membaca ayat ini:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan dalam khutbah-khutbahnya: Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adl kitabullah, & sebaik-baik petunjuk adl petunjuk Muhamad, & seburuk-buruk perkara adl yg diada-adakan, & setiap yg diada-adakan adl kesesatan ” (Hadis Riwayat: Muslim, Ahmad, Ibnu Majah).
Dan Imam Nasa’I meriwayatkan dgn lafadz yg artinya: ” Dan seburuk-buruk perkara adl yg diada-adakan & setiap yg diada-adakan adl bid’ah, & setiap bid’ah adl kesesatan, & setiap kesesatan adl di neraka). Barang siapa yg ingin selamat, maka ia harus mengikuti sunnah & menghindari setiap bid’ah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
” Hendaklah kalian mengikuti sunnahku & sunnah para khulafa’urisyidin yg diberi petunjuk setelahku, pegang teguhlah ia, gigitlah dgn gigi geraham, hindarilah oleh kalian segala perkara yg diada-adakan, karena setiap yg diada-adakan adl bid’ah & setiap bid’ah adl kesesatan ” (Hadis Riwayat: Ahmad & ashabussunan, & disohihkan oleh Tirmizi, Hakim & Dzahabi).
Ibnu Mas’ud r.a. berkata: Ikutilah & jangan mengada-ada, karena kalian telah dicukupi “, & benar orang mengatakan: Sebaik-baik urusan adl yg telah lalu di atas petunjuk, & seburuk-buruk urusan adl yg baru-baru yg diada-adakan.
Bid’ah adalahToriqoh/ cara/jalan yg diadakan dalam masalah agama yg tidak ada dalilnya baik dari kitab maupun sunnah, pelakunya bermaksud mendekatkan diri dgn itu kpd Allah SWT.
Dan bid’ah ini terkadang berupa menciptakan satu ibadah yg tdk memiliki dasar dalam syariah, seperti bid’ah peringatan isra’ & mi’roj, hijrahnya Nabi saw, maulud Nabi saw, atau peringatan-peringatan keagamaan yg lain yg tdk mendapat legitimasi dari Allah SWT, & tdk pula pernah dilakukan oleh makhluk yg paling bertaqwa pun kpd Allah SWT, paling takut serta paling byk memberi nasehat utk hamba-hamba-Nya, & yg dibebani utk menyampaikan risalah-risalah-Nya, ia adl Rasulullah saw, & tdk pula pernah dilakukan para sahabatnya & khalifah setelahnya, & mereka adl manusia-manusia yg paling cintah kepadanya, paling getol dalam mencontoh & mengikuti sunnahnya, bahkan tdk pula dilakukan oleh generasi-generasi pertama yg terbaik, & tdk pula oleh orang-orang yg mengikuti mereka dgn baik hingga hari ini.
Bid’ah terkadang berupa mengadakan satu cara tertentu dalam beribadah & terus-menerus melakukan satu model tertentu yg tdk ada dalilnya dalam syariat, seperti mengulang-ulang kata: Allah, Allah, Allah, atau kata: Dia, Dia, Dia & yg sejenisnya, & bisa berupa meninggalkan dzikir yg disyariatkan dalam kitab & sunnah, seperti mengucapkan: لا إله إلا الله, atau سبحان الله والحمد لله
ولا إله إلا الله والله أ كبر, & byk dzikir-dzikir yg lain yg terkenal, & termasuk bid’ah dalam cara beribadah adalah: Berdoa berjamaah dgn suara yg dilagukan setelah solat-solat wajib, & dzikir-dzikir berjamaah yg diucapkan dgn satu suara tanpa utk tujan mengajarkan & menghafalkan, & lain sebagainya.
Dan termasuk bid’ah juga menetapkan jumlah tertentu dalam beribadah tanpa ada dalil yg menujukanya, seperti menganjurkan orang agar bertahlil, atau bertasbih atau beristighfar sebanyak 5 ribu kali dalam sehari, atau seribu kali, atau 5 ratus kali, atau 3 ratus kali, atau 5 puluh kali, atau enam puluh kali, atau yg serupa dgn itu, itu adl jumlah yg dibuat-buat sendiri & tdk bersandar kpd satu dalil pun dari kitab maupun sunnah, bid’ah semacam ini telah merebak bersamaan dgn menyebarnya makalah-makalah melalui hand phone-hand phone & stasiun-stasiaun siaran, byk orang yg mengirimnya menyangka bahwa ia berbuat baik & menolong kpd kebaikan.
Allah Subhanahu wa ta’ala telah mengharamkan bid’ah & memperingatkan darinya, mempertegas pengingkaran-Nya terhadap para pelakunya, karena ia membawa kerusakan yg besar & memicu munculnya kebathilan-kebathilan yg byk , di antaranya adalah: Bahwa bid’ah adl cacat dalam syariah, tuduhan adanya kekurangan di dalamnya, & tdk adanya komitmen dalam memenuhi kemaslahatan bagi hamba di dunia maupun akhirat, pelaku bid’ah ketika mendekatkan diri kpd Allah Subhanahu wa ta’ala dgn satu ibadah yg tdk disyariatkan Allah Subhanahu wa ta’ala sama saja ia menuduh bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk menyampaikan risalah dgn jelas, & tdk sempurna dalam menunaikan amanah yg dibebankan kepadanya, & bahwasanya agama ini kurang, sehingga ia ingin menyempurnakanya dgn bid’ah itu, kalau sekiranya ia mengimani kesempurnaan syariah & kelengkapanya, niscaya ia tdk akan melakukan penambahan di dalamnya dgn sesuatu yg sebenarnya bukan bagian darinya, & tdk pula akan mengada-ngadakan sesuatu yg tdk ada legitimasi baginya dari Allah SWT. Imam Malik mengatakan: ” Barang siapa melakukan satu bid’ah dalam islam yg ia menyangkanya sbgkebaikan, maka sesungguhnya ia telah menuduh bahwa Muhamad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkhianat tdk menyampaikan amanat risalah, karena Allah Subhanahu wa ta’ala menyatakan:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
” Hari ini telah aku sempurnakan utk kalian agama kalian, & aku sempurnakan nikmatku atasmu ” , maka apa yg ketika itu bukan bagian dari agama, maka hari ini ia juga bukan bagian dari agama, Ibnul Qoyim mengatakan: ” Pelaku bid’ah itu sama dgn menuduh Tuhanya belum menyempurnakan agama sebelum wafatnya Nabi saw, berarti Dia berbohong dalam firmanya: ” Hari ini telah aku sempurnakan utk kalian agama kalian “, atau menuduh bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tdk menyampaikan.”
Dan diantara dampak kerusakan bid’ah adalah: Ia dpt mengalahkan syariat yg benar & menghapus sunnah, Imam Ahmad meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya ia bersabda: ” Tidaklah sesuatu kaum melakukan satu bid’ah melainkan Allah Subhanahu wa ta’ala mencabut dari mereka sesuatu dari sunnah yg sepadan denganya”, maka setiap kali bid’ah diadakan setiap itu pula sunnah ditinggalkan, & begitu seterusnya hingga bid’ah menjadi byk , sunnah semakin sedikit, agama menjadi sirna sedikit demi sedikit.
Dan ternasuk kerusakanya adalah: bahwa para pelaku bid’ah zuhud dalam menjalankan sunnah, merasa berat dalam mengamalkanya, di sisi lain mereka semangat dalam melakukan bid’ah, antusias dalam menjalankanya, mereka menginfakan harta mereka, memporsir tubuh mereka, menyia-nyiakan waktu mereka dalam rangka menghidupkan bid’ah & merayakanya, & terkadang sebagian dari mereka justru lalai dalam menjalankan kewajiban, seperti solat, zakat, berbakti kpd kedua orang tua, silaturahim, amar ma’ruf nahi munkar, dsb, itu semua adl tipu daya setan yg menghiasi kebathilan sbgkebaikan di mata mereka.
Dan diantara kerusakanya adalah: Bahwa bid’ah dpt menimbulkan perpecahan & perselisihan, menjadikan umat terkotak-kotak, hal itu karena setiap kelompok dari para pelaku bid’ah memandang kelompoknya paling baik dibanding yg lain, & bahwasanya bid’ah yg mereka praktekkan & mereka seru-serukan adl sbgketaatan & kebenaran, & orang yg mengingkarinya atau yg tdk melakukan seperti yg mereka lakukan adl sama dgn mengingkari kebenaran & lalai dalam menjalankanya, maka terjadilah perselisihan dikalangan umat, kebenaran menjadi samar di mata awam, orang-orang cenderung tdk serius, lalu mereka menjadi kelompok-kelompok yg saling membanggakan diri:
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
” Setiap kelompok bangga dgn apa yg ada pd mereka “, lalu hati-hati mereka berselisih, kalimat mereka terpecah, & mereka jatuh ke dalam larangan Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:
وَلاَ تَتَّبِعُواْ السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ
” Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (sesat) itu, maka kalian akan terpecah dari jalan-Nya“, & firman-Nya:
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُوْلَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
” Dan janganlah kalian seperti orang-orang yg berpecah belah & berselisih setelah dating keterangan kpd mereka, & bagi mereka itu azab yg berat“.
Dan di antara kerusakan bid’ah yg paling besar adalah: Bahwasanya ia dpt mengotori tampilan agama yg benar, mencemari kebeningan & kejernihanya, & memalingkan manusia dari ittiba’ & dari masuk ke dalam agama islam, terutama bid’ah-bid’ah yg byk dipraktekan orang-orang syi’ah dalam byk moment, begitu juga yg di praktekan kaum sufi yg berlebihan, orang yg menyaksikan bid’ah-bid’ah yg mereka lakukan – seperti; menyiksa badan, berteriak, melaknat & memaki, musik & nyanyian-nyanyian, mengumbar aurat & ikhtilat – sedang ia belum mengerti hakekat sebenarnya islam, ia akan meyakini bahwa hal itu adl kumpulan khurofat, mainan & syiar-syiar kosong, pekerjaan-pekerjaan yg susah yg diingkari oleh akal yg sehat & fitrah yg lurus, ini adl pencemaran terbesar terhadap citra agama islam & usaha utk menjauhkan manusia dari jalanya, & ini merupakan upaya musuh-musuh islam dari kalangan kufar & orang-orang munafik, karena itu kita menyaksikan mereka ikut andil dalam bid’ah-bid’ah ini, mengkampanyekanya dgn berbagai macam sarana, ada kisah dari seorang raja non muslim bahwa ia pernah melewati seorang syekh sufi, di sisinya ada para wanita & laki-laki tampan, mereka bernyanyi, menari & minum khamr – & ini adl yg dilakukan oleh kebanyakan kaum sufi khususnya saat peringatan kelahiran salah seorang dari tokoh mereka yg telah menjadi ahli kubur yg mereka minta-minta & mendekatkan diri kepadanya dgn berbagai macam sarana dgn mengabaikan Allah – maka raja ini bertanya-tanya: Apa yg diinginkan orang-orang ini dgn perbuatan mereka?, mereka menjawab: mereka menginginkan surga, maka ia berkata dgn kejernihan fitrah: Jika ini jalan utk menuju surga, lalu mana jalan utk menuju neraka?
Dan diantara bentuk-bentuk bid’ah yg diada-adakan, sedang agama berlepas darinya adalah: Meyakini adanya keutamaan umroh pd bulan rajab, menkhususkan hari-hari & malam-malamnya dgn doa, solat & puasa, terutama malam jum’at pertama dari bulan rajab & siangnya, juga malam ketujuh & kedua puluh dari bulan itu, di mana mereka beranggapan bahwa malam itu adl malam isro’ & mi’roj.
Meskipun peristiwa isro’ & miroj adl sesuatu yg pasti adanya dalam kitab maupun sunnah, akan tetapi penetapan hari atau bulan terjadinya diperselisihkan oleh kalangan ulama & para ahli sejarah, perselisihan tentang waktu terjadinya isro’ & mi’roj meskipun sangat masyhur adanya, tdk lain karena para salafus soleh – semoga Allah meridhoi mereka – memandang bahwa mengetahui waktu terjadinya kejadian ini tdk memiliki urgensi keagamaan & manfaat syar’i, karena tujuanya hanyalah utk mengambil pelajaran & tauladan, & hal itu tdk terkait & masalah waktu.
Adapun yg dilakukan oleh sebagian kaum muslimin yg memperingati isro’ & mi’roj pd malam kedua puluh tujuh dari bulan rajab dgn berbagai acara pesta, dzikir & ibadah, maka semua itu adl bid’ah yg diada-adakan, & kalau sekiranya memperingati malam tersebut & mengkhususkanya dgn dzikir & ibadah tertentu adl perkara yg disyariatkan & bentuk ibadah yg dpt mendekatkan diri kpd Allah SWT, niscaya akan dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam & para sahabatnya yg mulia, karena mereka adl manusia yg paling getol kpd kebaikan & paling depan dalam meraihnya.
Dan yg aneh adalah: bahwa kebanyakan dari mereka yg gemar menghidupkan bid’ah ini & memperingati isro’ & mi’roj, tdk memperdulikan solat 5 waktu yg diwajibkan pd saat itu, mereka tdk menunaikanya dgn berjamaah, mereka sibuk dgn bid’ah & meninggalkan kewajiban & sunnah-sunnah.
Kemudian peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah islam itu sangat byk , & semuanya adl peristiwa agung, setiap mukmin gembira menyambutnya, mulai dari maulud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga diangkatnya sbgRasul & hijrah ke Madinah, perang badar, fathu makah hingga seluruh perang dalam sejarah islam di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam & zaman imam-imam setelahnya, & bukan dikategorikan sunnah menjadikanya sbghari raya yg diistimewakan oleh orang-orang & mereka melakukan di dalamnya apa-apa yg dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin dewasa ini, kalau sekiranya hal itu adl kebaikan niscaya mereka para salafus soleh telah lbh dulu melakukanya, mereka adl manusia yg paling mengerti syariat Allah & selalu terdepan kpd kebaikan.
Generasi terbaik & lekat dgn kebaikan itu telah berhenti pd batas ini, mereka tdk menghidupkan peringatan peristiwa-peristiwa bersejarah dalam islam, tdk menjadikan hari-hari besar itu sbghari raya yg mereka khususkan dgn berkumpul atau dgn satu bentuk ibadah yg tdk memilki dalil & sandaran syar’i. kebaikan seluruh kebaikan adl ada pd apa yg mereka lakukan, & kebenaran adl ada pd apa yg mereka berhenti pd batasnya, meneladani mereka adl kewajiban dalam agama, denganya digapai ridho Tuhan semesta alam.
Bulan rajab tdk memilki keutamaan apapun selain bahwa ia adl termasuk diantara bulan-bulan haram yg Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentangnya:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنفُسَكُم
“ Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah adl 2 belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pd waktu Dia menciptakan langit & bumi, diantaranya ada 4 bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yg lurus, maka janganlah kamu menzolimi dirimu dalam (bulan yg empat) itu.”
Dalam kitab sohih Bukhari & Muslim diriwayatkan dari Abi Bakarah r.a. dari Nabi saw, ia bersabda: ” Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya pd hari Allah menciptakan langit & bumi, Satu tahun itu ada 2 belas bulan: diantaranya ada 4 yg haram: 3 saling berurutan; dzulqo’dah, dzulhijjah & muharom, & rajab yg ada di antara jumada & sya’ban “. Al-hadits.
Dan yg selain itu tdk ada satu nash pun yg dpt dijadikan sandaran menunjukan keutamaanya, semua yg ada tentang itu adl hadits-hadits dho’if atau maudhu’ tdk boleh dijadikan hujjah & tdk boleh diamalkan.
Seperti itu pula yg dikatakan seputar keutamaan malam pertengahan bulan sya’ban & sunnahnya qiyamulail & puasa pd harinya, & bahwasanya bilangan-bilangan sunnah ditetapkan pd malam itu, ada beberapa hadits yg menunjukan itu, tetapi seluruhnya dho’if & tdk bisa dijadikan hujjah sebagaimana yg dinyatakan oleh para ahli tahqiq, kecuali satu hadits yg diperselisihkan para ulama, sebagian besar mendho’ifkanya, sebagian yg lain mensohihkanya, seperti Ibnu Hibban & al-Albani, karena hadits itu diriwayatkan melalui sekelompok sahabat dari jalan yg berbeda-beda, sebagian darinya menguatkan sebagian yg lain, yaitu sabda Nabi saw: “ Allah Subhanahu wa ta’ala mendatangi makhluknya pd malam pertengahan bulan sya’ban, lalu Dia mengampuni semua makhluknya kecuali seorang musyrik atau musyahin (yang meninggalkan jamaahnya)” ( Hadis Riwayat: Ahmad, Tabrani, Ibnu Hibban, Baihaqi, Bazzar, Ibnu Abi Ashim, Ibnu Asakir dll.)
Dan diantara bid’ah-bid’ah yg tdk memilki dalil adalah: Apa yg disebut dgn solat rogho’ib & solat seratus rakaat pd malam pertengahan bulan sya’ban, imam Nawawi mengatakan: ” Solat yg dikenal dgn solat ar-rogho’ib, yaitu 2 belas rakaat antara maghrib & isya’ pd malam jum’at pertama dari bulan rajab, & solat malam pertengahan dari bulan sya’ban sebanyak seratus rakaat adl 2 bid’ah yg mungkar, jangan sampai kita tertipu oleh penyebutan 2 hal itu dalam kitab ” Quut al-quluub “, & kitab ” Ihya’ ulumudin “, juga dalam hadits yg tersebut di atas, karena semua itu bathil “.
Imam al-Maqdisi mengarang satu kitab penuh tentang kebathilan adanya keutamaan amal dalam 2 malam itu, & bahwasanya tdk ada satu hadits pun yg dpt dijadikan sandaran dalam masalah itu.
Imam al-Hafidz Ibnu Hajar mengarang satu kitab yg bernama: “ Tabyinul ajab bi maa waroda fi fadhli rajab “, ia menghadirkan dalam kitab itu seluruh hadits yg terkait dgn bulan ini & menerangkan keutamaanya, & ibadah-ibadah yg disyariatkan di dalamnya, kemudian menjelaskan kebathilanya, & bahwasanya tdk ada satu pun hujjah yg terdapat dalam salah satu darinya, seraya ia – semoga Allah merahmatinya – berkata: “ Tidak ada satu pun hadits sohih yg bisa dijadikan hujjah yg menunjukan adanya keutamaan bulan rajab, tdk pula keutamaan puasa di harinya, tdk pula puasa pd hari tertentu dalam bulan itu, tdk pula qiyamulail pd malam tertentu di dalamya, Imam Abu Ismail al-Harawi al-Hafidz telah mendahuluiku dalam memberikan penegasan tentang hal itu, kami meriwayatkan hal itu darinya dgn sanad yg sohih, begitu juga kami meriwayatkan hal itu dari selainya “.
Kemudian al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan madzhabnya tentang hadits dho’if, yaitu: Tidak mengamalkanya secara mutlak, tdk dalam fadho’ilul a’mal & tdk pula dalam yg lainya, seraya berkata: ” Tidak ada perbedaan dalam mengamalkan hadits baik dalam masalah ahkaam ataupun fadho’ilul a’mal, karena semuanya adl syariat”
Imam Ibnul Qoyim berkata dalam kitab ” Al-manar al-muniif “: ” Dan semua hadits yg berbicara tentang puasa rajab & solat pd sebagian malam dalam bulan itu adl kebohongan yg dibuat-buat “.
Demikian, aku memohon kpd Allah Subhanahu wa ta’ala agar menjadikan amal kita ikhlas karena-Nya, benar sesuai sunnah Rosul-Nya saw, & menjadikan kita termasuk orang-orang yg bersegera kpd kebaikan & terdepan di dalamnya.
Alhamdulillahi robbil ‘alamin.
Dr. Abdul Aziz bin Fauzan al-Fauzan, Terjemah : Muh. Lutfi Firdaus