Mozaik Islam
Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRIKeutamaaan Berdamai dan Mendamaikan
- Shulh adalah kesepakatan yg diperoleh dengannya menghilangkan persengketaan di antara 2 orang yg bermusuhan.
- Hikmah disyari’atkan berdamai Allah Subhanahu wa ta’ala mensyari’atkan berdamai utk menyatukan di antara 2 orang yg bermusuhan & menghilangkan perpecahan di antara keduanya. Dengan demikian, bersihlah jiwa & hilanglah rasa dendam. Mendamaikan di antara manusia termasuk ibadah yg terbesar & taat yg paling agung, apabila ia melaksanakannya karena mengharapkan ridha Allah SWT.
- Keutamaan mendamaikan di antara manusia
- Firman Allah SWT:لاَخَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَجْوَاهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاَحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا {114}Tidak ada kebaikan pd kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yg menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yg berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yg besar. (Al Qur’an Surat: An-Nisaa: 114).
- Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ, كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ يَعْدِلُ بَيْنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ.”Setiap sendi dari manusia atasnya sedekah, setiap hari yg terbit matahari padanya melakukan keadilan di antara manusia adl sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih).[Hadis Riwayat: Bukhari No. 2287, ini adl lafazhnya, & Muslim No. 1564.]
- Berdamai disyari’atkan di antara kaum muslimin & orang-orang kafir, di antara orang-orang adil & zalim, di antara suami istri saat berselisih pendapat, di antara tetangga, karib kerabat, & teman-teman, di antara 2 orang yg bermusuhan dalam persoalan selain harta, & di antara 2 orang yg bermusuhan dalam masalah harta.
- Berdamai dalam masalah harta terbagi dua:
- Berdamai atas iqrar (pengakuan) Seperti seseorang mempunyai tagihan benda atau hutang atas orang lain, keduanya tdk mengetahui jumlahnya & ia mengakuinya, lalu ia berdamai kepadanya atas sesuatu, hukumnya sah. Dan jika ia mempunyai tagihan hutang atasnya yg jatuh tempo & ia mengakui atasnya, lalu ia merelakan sebagiannya & menundanya sisanya, niscaya sah merelakan & menunda. Dan jika ia berdamai dari yg ditunda dgn sebagiannya pd saat itu, hukumnya sah. Perdamaian ini hanya sah apabila tdk disyaratkan dalam iqrar (pengakuan), seperti ia berkata, ‘Aku mengakui untuknya dgn syarat engkau memberikan saya ini,’ & tdk menghalanginya haknya tanpa hal itu.
- Berdamai atas pengingkaran Yaitu bahwa mudda’i (yang mengaku) mempunyai hak yg tdk diketahui oleh mudda’a ‘alaih (yang dituduh), lalu ia mengingkarinya. Apabila keduanya berdamai atas sesuai, perdamaian itu sah. Akan tetapi jika salah satu dari keduanya berdusta, tdk sah perdamaian itu pd haknya secara batin, & apa yg diambilnya adl haram.
- Kaum muslimin berada di atas syarat mereka, & berdamai hukumnya boleh di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yg menghalalkan yg haram atau mengharamkan yg halal. Dan berdamai yg boleh adl yg adil yg diperintahkan Allah Subhanahu wa ta’ala & rasul-Nya dengannya. Yaitu yg niatkan karena ridha Allah Subhanahu wa ta’ala darinya, kemudian ridha 2 orang yg bermusuhan. Dan Allah Subhanahu wa ta’ala memujinya dgn firman-Nya:وَالصُّلْحُ خَيْرُُ”dan perdamaian itu lbh baik (bagi mereka)” (Al Qur’an Surat: An-Nisaa: 128).
- Perdamaian adil mempunyai beberapa syarat, yg terpenting Kelayakan 2 orang yg berdamai, yaitu sah dari keduanya transaksi secara syara’, & perdamaian itu tdk mengandung pengharaman yg halal, atau penghalalan yg haram, & salah seorang dari yg berdamai tdk berbohong dalam dakwaannya, & yg mendamaikan seorang yg taqwa lagi alim terhadap realita, mengetahui yg wajib, bertujuan mencari keadilan.
- Haram atas pemilik menimbulkan sesuatu yg membahayakan tetangganya dgn apa yg dimilikinya, berupa mesin yg kuat atau oven (tungku) & semisal keduanya. Jika tdk membahayakan, maka tdk mengapa. Dan bagi tetangga atas tetangganya ada hak-hak yg byk , yg terpenting: menghubunginya, berbuat baik kepadanya, tdk menggangunya, sabar atas gangguannya, & semisal yg demikian itu yg wajib kpd seorang muslim.Dari Ibnu Umar r.a, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:مَازَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ. متفق عليه.”Jibril a.s senantiasa berpesan kepadaku dgn (selalu berbuat baik) kpd tetangga, sehingga aku mengira bahwa ia akan mewarisnya.” (Muttafaqun ‘alaih).[Hadis Riwayat: Bukhari No. 2078, ini adl lafahznya, & Muslim No. 1562.]
Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri