Mozaik Islam
Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRIHukum Hadiah, Upah, Sayembara dari Barang yang Hilang
Ibnu Qudamah Al-Hanbali mengatakan, “Jualah adl semisal ucapan, ‘Siapa yg menemukan lalu mengembalikan barangku atau hewan ternakku yg hilang atau membuat tembok ini maka untuknya upah sebesar sekian.‘ Siapa saja yg melakukan apa yg dikatakan di atas dia berhak mendapatkan upah yg dijanjikan.
Dalilnya adl hadis dari Abu Said Al-Khudri bahwa ada seorang warga sesuatu perkampungan yg tersengat binatang berbisa. Mereka lantas menemui para sahabat Nabi yg ada di dekat perkampungan tersebut. Mereka mengatakan, ‘Adakah di antara kalian yg bisa meruqyah?‘ Para shahabat mengatakan, “Kami tdk mau meruqyah sampai kalian menetapkan upah utk kami.‘ Penduduk perkampungan tersebut akhirnya menetapkan sejumlah kambing sbg upah jika orang yg tersengat binatang berbisa itu bisa sembuh setelah diruqyah.
Lantas, ada salah seorang shahabat yg membacakan surat Al-Fatihah sbg ruqyah, lantas meniupkannya kpd si sakit, & sembuhlah dia. Para shahabat lantas membawa pulang sejumlah kambing yg telah disepakati. Setelah sampai di Madinah, para shahabat bertanya kpd Nabi tentang halal/tidaknya kambing tersebut bagi mereka. Respons Nabi, ‘Dari mana kalian tahu bahwa surat Al-Fatihah itu bisa utk ruqyah? Ambillah kambing tersebut & berikan untukku sebagian darinya.’ (H.R. Bukhari & Muslim).” (Umdah Al-Fiqh, poin no. 1436)
Di antara dalil sahnya transaksi jualah adl kisah yg Allah ceritakan dalam Alquran. Yusuf menetapkan upah, berupa gandung seberat beban yg bisa dibawa oleh seekor unta, bagi siapa saja yg bisa mendatangkan piala milik sang Raja Mesir, dgn mengatakan,
وَلِمَنْ جَاءَ بِهِ حِمْلُ بَعِيرٍ
“Dan siapa saja yg dpt mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta.” (Q.S. Yusuf:72)
Ibnu Qudamah Al-Hanbali mengatakan, “Seandainya seseorang menemukan barang temuan sebelum dia mengetahui adanya upah yg ditetapkan oleh pemilik barang, bagi siapa saja yg menemukannya, maka dia tdk berhak mendapatkannya.”
Hal ini dikarenakan dia adl orang dgn suka rela berbuat baik. Orang semisal ini tdk berhak mendapatkan upah yg telah ditentukan, tanpa ada perselisihan di antara para ulama mengenai hal tersebut. Dalam Al-Mughni, 8:328, Ibnu Qudamah Al-Hanbali mengatakan, “Saya tdk mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.”
Termasuk transaksi jualah adl seorang dermawan yg mengatakan, “Siapa saja yg melakukan amal ketaatan A maka untuknya hadiah senilai sekian.” Dengan demikian, termasuk jualah adl berbagai hadiah yg dijanjikan oleh pemerintah, sebagian dermawan, atau yayasan sosial bagi orang yg melakukan sesuatu ketaatan. Misalnya, sesuatu yayasan sosial menjanjikan sejumlah uang bagi siswa yg belajar di yayasan tersebut yg bisa menghafal Alquran 30 juz, menghafal 50 hadis, atau menghafal buku tipis dalam bidang keilmuan tertentu.
Contoh jualah yg lain adl hadiah dalam bentuk uang dalam nominal tertentu, yg dijanjikan oleh pemerintah atau pun aparat keamanan, bagi siapa saja yg bisa menginformasikan keberadaan penjahat yg menjadi buronan semisal pengedar narkoba atau yg lain. (Syarh Umdah Al-Fiqh, jilid 2, hlm. 954–955)
Syarh Umdah Al-Fiqh, jilid 2, karya Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz Al-Jibrin, pengantar oleh Syekh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin & Syekh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syekh, terbitan Maktabah Al-Rusyd, Riyadh, cetakan keenam, 1431 H.
Umdah Al-Fiqh, karya Ibnu Qudamah Al-Hanbali.