Mozaik Islam

Menjaga Akidah Islam dan Menghargai Kebhinekaan demi Masyarakat yang Harmonis dan Sejahtera dalam Bingkai NKRI

Serat Centhini

Serat Centhini adalah sebuah naskah sastra Jawa yang sangat terkenal dan merupakan salah satu karya sastra terbaik dari Kesultanan Mataram pada abad ke-19. Naskah ini ditulis oleh seorang pengarang Jawa bernama Rangga Warsita pada tahun 1814 dan berisi tentang berbagai aspek kehidupan di Jawa pada masa itu.

Serat Centhini terdiri dari 12 buku yang masing-masing membahas topik yang berbeda-beda, seperti etika dan moralitas, agama dan spiritualitas, seni dan budaya, hingga kisah-kisah mitologi dan legenda Jawa. Isi dari naskah ini sangat kaya dan beragam, sehingga menjadi sumber informasi yang penting bagi studi kebudayaan Jawa pada masa lalu.

Dalam Serat Centhini, Rangga Warsita menggambarkan tentang gaya hidup, nilai-nilai, dan adat-istiadat yang ada di Jawa pada masa itu. Beberapa topik yang dibahas di dalam naskah ini adalah tentang nilai-nilai kehidupan seperti cinta, kesetiaan, persahabatan, dan kejujuran. Selain itu, Serat Centhini juga membahas tentang peran perempuan dalam masyarakat Jawa, khususnya dalam konteks keagamaan dan perkawinan.

Serat Centhini juga mengulas tentang kebudayaan Jawa, seperti seni musik dan tari, seni kaligrafi dan seni ukir. Naskah ini juga memuat cerita-cerita mitologi dan legenda Jawa yang terkenal, seperti kisah tentang Roro Jonggrang dan kisah tentang Panji. Serat Centhini juga memuat kritik terhadap kondisi sosial dan politik pada masa itu. Rangga Warsita mengkritik tindakan penguasa dan bangsawan yang seringkali mengeksploitasi rakyat jelata, serta menentang tindakan korupsi dan penindasan yang dilakukan oleh para pemimpin.

Serat Centhini, terdiri atas 12 Kitab

Berikut adalah judul masing-masing Kitab dalam Serat Centhini:

  1. Kitab Pupuh
  2. Kitab Pupuh Pangkur
  3. Kitab Pupuh Asmarandana
  4. Kitab Pupuh Ginada
  5. Kitab Pupuh Sinom
  6. Kitab Pupuh Sinom Jawa Lir Ilir
  7. Kitab Cerita Rakyat Jawa
  8. Kitab Kawruh Bab
  9. Kitab Nitisastra
  10. Kitab Leluhur
  11. Kitab Wirid Hidayat Jati
  12. Kitab Aturan Mendirikan Masjid

Setiap buku memiliki fokus dan topik yang berbeda-beda, namun secara keseluruhan Serat Centhini membahas berbagai aspek kehidupan pada masa itu dengan bahasa Jawa kuno.

Secara keseluruhan, isi dari Serat Centhini sangat beragam dan memberikan gambaran yang lengkap tentang kehidupan, budaya, dan sejarah Jawa pada masa itu. Naskah ini tidak hanya berisi informasi sejarah, tetapi juga berisi nilai-nilai moral dan spiritual yang sangat berharga bagi masyarakat Jawa. Serat Centhini merupakan salah satu karya sastra terbaik dari Indonesia dan menjadi bagian penting dari kebudayaan Jawa.

Kitab Pupuh

Kitab Pupuh adalah salah satu bab dalam Serat Centhini yang membahas tentang jenis-jenis pupuh, yaitu bentuk puisi tradisional dalam bahasa Jawa. Pupuh sendiri memiliki beberapa jenis, seperti pupuh macapat, pupuh sinom, pupuh pangkur, pupuh mijil, dan lain-lain.

Isi Kitab Pupuh berisi penjelasan mengenai jenis-jenis pupuh, cara membacanya, serta memahami isi yang terkandung di dalamnya. Hal ini penting karena pupuh merupakan salah satu bentuk kesusastraan yang kaya akan nilai budaya dan kearifan lokal Jawa.

Di dalam Kitab Pupuh, pembaca dapat menemukan contoh-contoh pupuh beserta analisis mengenai makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Selain itu, terdapat juga penjelasan mengenai sejarah dan perkembangan pupuh dari masa ke masa, serta peran pupuh dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Kitab Pupuh Pangkur

Kitab Pupuh Pangkur adalah salah satu bab dalam Serat Centhini yang berisi tentang jenis-jenis pupuh pangkur dan cara membaca serta memahami isi dalam pupuh tersebut. Pupuh pangkur merupakan jenis pupuh dalam sastra Jawa yang memiliki ciri khas pada pola gending atau iramanya yang terdiri dari lima atau enam adegan dengan iringan musik gamelan.

Isi dari Kitab Pupuh Pangkur terdiri dari beberapa subbab, di antaranya:

  1. Pengenalan Pupuh Pangkur Subbab ini membahas tentang pengertian pupuh pangkur, ciri-ciri pupuh pangkur, dan sejarah perkembangan pupuh pangkur dalam sastra Jawa.
  2. Jenis-jenis Pupuh Pangkur Subbab ini memuat tentang jenis-jenis pupuh pangkur, seperti pangkur kinanthi, pangkur macapat, pangkur pangkur, pangkur palaran, dan lain sebagainya. Setiap jenis pupuh pangkur dijelaskan secara rinci mengenai pola gending dan irama yang digunakan.
  3. Cara Membaca dan Memahami Isi dalam Pupuh Pangkur Subbab ini memberikan penjelasan tentang cara membaca dan memahami isi dalam pupuh pangkur, seperti cara membaca dan memahami petikan sajak dalam pupuh, serta cara memahami makna filosofis dari pupuh pangkur.

Terdapat juga kisah-kisah yang terkandung dalam pupuh pangkur, seperti kisah asmara antara Raja Ngabehi Loring Pasar dengan Dewi Sekartaji yang terdapat dalam pupuh pangkur Kinanthi, dan kisah-kisah lainnya yang memiliki nilai-nilai kehidupan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

Kitab Pupuh Asmarandana

Kitab Pupuh Asmarandana dalam Serat Centhini berisi tentang jenis-jenis pupuh asmarandana dan cara membacanya, serta kisah-kisah yang terkandung dalam pupuh tersebut. Pupuh asmarandana adalah jenis pupuh yang menceritakan tentang kisah asmara, baik asmara yang berakhir bahagia maupun asmara yang berakhir tragis.

Isi dari Kitab Pupuh Asmarandana terdiri dari beberapa pupuh, di antaranya:

  • Pupuh Pangkur Asmarandana
  • Pupuh Gambuh Asmarandana
  • Pupuh Maskumambang Asmarandana
  • Pupuh Ginanti Asmarandana
  • Pupuh Durma Asmarandana

Setiap pupuh memiliki cerita yang berbeda-beda, namun semuanya berpusat pada kisah asmara. Misalnya, Pupuh Pangkur Asmarandana menceritakan tentang keindahan alam, sementara Pupuh Gambuh Asmarandana menceritakan tentang kisah cinta seorang raja dengan seorang ratu. Pupuh Maskumambang Asmarandana menceritakan tentang kisah seorang pria yang mencintai seorang wanita yang sangat jelita, sementara Pupuh Ginanti Asmarandana menceritakan tentang rindu seorang istri kepada suaminya yang telah lama meninggalkannya.

Secara umum, Kitab Pupuh Asmarandana berisi tentang kisah-kisah asmara yang indah dan penuh makna, yang dipresentasikan melalui sastra Jawa kuno dengan penggunaan bahasa dan istilah yang khas.

Kitab Pupuh Ginada

Kitab Pupuh Ginada adalah salah satu bagian dari Serat Centhini yang berisi tentang jenis-jenis pupuh ginada dan cara membaca serta memahami isi dalam pupuh tersebut. Pupuh ginada merupakan salah satu jenis puisi Jawa Kuno yang terdiri dari 12 bait, dengan pola irama yang khas dan biasanya dinyanyikan secara berkelompok.

Dalam Kitab Pupuh Ginada, dijelaskan bahwa setiap bait dalam pupuh ginada memiliki makna tersendiri, terkait dengan kehidupan sehari-hari dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam budaya Jawa. Beberapa contoh jenis pupuh ginada yang dijelaskan dalam kitab ini antara lain:

  1. Ginada Pangkur: pupuh ini mengandung pesan tentang keindahan alam dan kebersamaan dalam menjaga kelestarian lingkungan.
  2. Ginada Palaran: pupuh ini membahas tentang kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan, dan pentingnya menjaga sikap rendah hati dan menghargai orang lain.
  3. Ginada Dhandhanggula: pupuh ini mengajarkan tentang pentingnya berjuang dan menghadapi tantangan dalam kehidupan, serta memperlihatkan keindahan karya seni dan musik.

Selain itu, Kitab Pupuh Ginada juga memuat penjelasan tentang cara membaca dan memahami isi dalam pupuh ginada, serta contoh-contoh penggunaannya dalam berbagai acara adat atau upacara dalam budaya Jawa.

Kitab Pupuh Sinom

Kitab Pupuh Sinom merupakan salah satu bab dalam Serat Centhini yang membahas tentang jenis-jenis pupuh sinom dan cara membaca serta memahami isi dalam pupuh tersebut. Pupuh Sinom sendiri merupakan salah satu jenis pupuh yang digunakan dalam sastra Jawa kuno, khususnya dalam bentuk tembang macapat.

Dalam Kitab Pupuh Sinom, dijelaskan tentang beberapa jenis pupuh sinom yang terkenal, seperti pupuh sinom pangkur, pupuh sinom wilet, pupuh sinom kinanthi, pupuh sinom candrakirana, pupuh sinom pucung, pupuh sinom parikan, dan masih banyak lagi. Setiap jenis pupuh sinom memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing, baik dari segi bentuk, pola irama, maupun makna yang terkandung dalam tiap barisannya.

Selain itu, dalam Kitab Pupuh Sinom juga dijelaskan tentang teknik membaca dan memahami isi dalam pupuh sinom, seperti cara memahami arti kata, makna filosofis, serta cara menyampaikan pesan moral atau pesan-pesan lain yang terkandung dalam tiap barisannya. Hal ini membuat pupuh sinom tidak hanya memiliki nilai estetika yang tinggi, tetapi juga memiliki nilai pendidikan dan kearifan lokal yang sangat penting bagi masyarakat Jawa kuno maupun masa kini.

Kitab Pupuh Sinom Jawa Lir Ilir

Kitab Pupuh Sinom Jawa Lir Ilir adalah salah satu bagian dari Serat Centhini yang membahas tentang pupuh sinom yang terkenal yaitu Lir Ilir. Isi dari kitab ini adalah penjelasan tentang pupuh sinom Lir Ilir, cara membacanya, dan makna-makna yang terkandung di dalamnya. Pupuh Lir Ilir sendiri merupakan pupuh yang banyak dikenal oleh masyarakat Jawa karena memiliki makna yang dalam dan sering dinyanyikan pada berbagai acara adat atau upacara. Kitab Pupuh Sinom Jawa Lir Ilir juga menyajikan cerita tentang sejarah dan asal-usul dari pupuh Lir Ilir, serta bagaimana cara mengambil hikmah dan pelajaran dari pupuh tersebut.

Kitab Cerita Rakyat Jawa

Kitab Cerita Rakyat Jawa dalam Serat Centhini berisi kumpulan cerita rakyat Jawa yang populer pada masa lalu. Berikut adalah beberapa contoh cerita rakyat yang terdapat di dalam kitab ini:

  1. Cerita Roro Jonggrang Cerita ini menceritakan tentang seorang putri cantik bernama Roro Jonggrang yang berhasil membangun seribu candi dalam satu malam demi menolak lamaran sang raja. Cerita ini mengandung unsur legenda dan mitos yang banyak dijumpai pada kebudayaan Jawa.
  2. Cerita Jaka Tarub Cerita ini menceritakan tentang seorang pemuda bernama Jaka Tarub yang menemukan seorang bidadari sedang mandi di sungai. Ia berhasil mencuri kain bidadari yang tergantung di tepi sungai dan akhirnya menikah dengan sang bidadari. Cerita ini sering dijadikan sebagai contoh moral tentang kebaikan hati dan jujur.
  3. Cerita Lutung Kasarung Cerita ini menceritakan tentang seorang putri dari kerajaan yang diasingkan oleh ibunya karena cemburu. Putri tersebut kemudian bertemu dengan seekor lutung yang membantunya dalam menghadapi berbagai rintangan. Cerita ini mengandung pesan tentang kebijaksanaan dan kepercayaan.
  4. Cerita Timun Mas Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan muda bernama Timun Mas yang melarikan diri dari pengorbanan pada saat dilangsungkan upacara adat. Timun Mas kemudian berpetualang dan mendapatkan bantuan dari hewan-hewan seperti kancil, monyet, dan ayam untuk menghindari kejaran iblis. Cerita ini juga mengandung pesan tentang kebijaksanaan dan kepercayaan.
  5. Cerita Keong Mas Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan muda bernama Keong Mas yang terlahir dari sebuah telur keong. Ia kemudian dibesarkan oleh seorang raja dan menjadi seorang putri yang cantik. Namun, ia akhirnya harus kembali ke dunia keong setelah mengetahui bahwa ia sebenarnya adalah putri dari dunia keong. Cerita ini mengandung pesan tentang nilai-nilai kebersamaan dan kerendahan hati.

Kitab Kawruh Bab

Kitab Kawruh Bab dalam Serat Centhini membahas tentang berbagai aspek kehidupan sehari-hari dalam masyarakat Jawa, seperti adat-istiadat, tata krama, dan cara-cara melakukan aktivitas tertentu. Buku ini terdiri dari beberapa bab, di antaranya:

  1. Bab Tata Krama Bab ini membahas tentang tata krama dalam kehidupan sehari-hari, seperti sopan santun dalam bertutur kata, adab makan, cara berpakaian, dan sebagainya.
  2. Bab Tatalaksana Bab ini membahas tentang tata cara melakukan berbagai aktivitas, seperti cara membuat berbagai macam senjata tradisional, cara merawat kuda, dan sebagainya.
  3. Bab Adat-istiadat Bab ini membahas tentang adat-istiadat yang harus diikuti dalam masyarakat Jawa, seperti adat perkawinan, adat kelahiran, dan sebagainya.
  4. Bab Tajug-tajug Bab ini membahas tentang bangunan-bangunan suci yang ada di masyarakat Jawa, seperti tajug (tempat suci) dan penjelasan tentang ritual yang dilakukan di tempat tersebut.
  5. Bab Urang-aring Bab ini membahas tentang tata cara dalam meramal nasib seseorang dengan menggunakan urang-aring atau kalender Jawa.
  6. Bab Kalender Jawa Bab ini membahas tentang penggunaan kalender Jawa dalam kehidupan sehari-hari, seperti menentukan hari baik dan buruk untuk melakukan aktivitas tertentu.
  7. Bab Primbon Bab ini membahas tentang ilmu primbon atau ramalan yang dipercaya oleh masyarakat Jawa, seperti cara membaca garis tangan, arti dari berbagai macam mimpi, dan sebagainya.

Isi buku Kawruh Bab ini memberikan gambaran yang lengkap tentang kehidupan masyarakat Jawa pada masa lalu, yang masih memegang erat adat dan tradisi nenek moyang mereka.

Kitab Nitisastra

Kitab Nitisastra, juga dikenal sebagai Niti Sastra atau Nitisara, adalah salah satu kitab dalam Serat Centhini yang membahas tentang etika dan moralitas. Kitab ini memuat ajaran-ajaran mengenai tata cara hidup yang baik dan benar, termasuk tentang hubungan sosial, agama, dan kebijaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.

Isi Kitab Nitisastra terdiri dari beberapa bab, di antaranya:

  1. Bab tentang Tata Krama dan Etika Bab ini membahas tentang etika dan tata krama dalam kehidupan sehari-hari, seperti cara bersikap dan berbicara yang baik, serta bagaimana bersikap dalam berbagai situasi.
  2. Bab tentang Sifat-sifat Manusia Bab ini membahas tentang sifat-sifat manusia yang baik dan buruk, serta bagaimana mengembangkan sifat-sifat yang baik dan memperbaiki sifat-sifat yang buruk.
  3. Bab tentang Kebijaksanaan Hidup Bab ini membahas tentang bagaimana hidup dengan bijaksana, termasuk tentang mengambil keputusan yang tepat dan memahami tujuan hidup.
  4. Bab tentang Keadilan dan Pemerintahan Bab ini membahas tentang prinsip-prinsip keadilan dan pemerintahan yang baik, termasuk tentang cara mengatur kehidupan bersama dan membangun masyarakat yang adil dan merata.
  5. Bab tentang Agama dan Kehidupan Spiritual Bab ini membahas tentang hubungan antara agama dan kehidupan spiritual, serta bagaimana memperkuat iman dan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari.

Isi Kitab Nitisastra sangat relevan untuk dipelajari hingga saat ini karena masih dapat memberikan panduan tentang cara hidup yang baik dan benar dalam masyarakat.

Kitab Leluhur atau Kitab Purwa

Kitab Leluhur atau Kitab Purwa merupakan salah satu bab dalam Serat Centhini yang membahas tentang kepercayaan dan keagamaan. Berikut ini adalah beberapa subbab yang terdapat dalam Kitab Leluhur:

  1. Kitab Siwa-Buddha: membahas tentang kepercayaan Hindu-Buddha yang berkembang di Jawa pada masa itu.
  2. Kitab Tuhan: membahas tentang konsep Tuhan menurut kepercayaan Hindu-Buddha dan Islam.
  3. Kitab Haji: membahas tentang ibadah haji dan umrah dalam agama Islam.
  4. Kitab Kramat: membahas tentang tempat-tempat suci dan keramat yang dipercayai oleh masyarakat Jawa.
  5. Kitab Tumbal: membahas tentang pengorbanan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada masa itu, baik dalam bentuk binatang maupun benda.
  6. Kitab Penanggalan: membahas tentang sistem penanggalan yang digunakan pada masa itu, yaitu penanggalan Jawa.
  7. Kitab Nasehat: berisi nasehat-nasehat kehidupan yang bermanfaat untuk dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Secara keseluruhan, Kitab Leluhur membahas tentang kepercayaan dan agama yang dipercayai oleh masyarakat Jawa pada masa itu, serta memberikan nasehat-nasehat yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Kitab Wirid Hidayat Jati

Kitab Wirid Hidayat Jati adalah salah satu bab dari Serat Centhini yang membahas tentang wirid atau doa-doa dalam agama Islam. Wirid sendiri merupakan doa-doa yang diajarkan oleh para leluhur Jawa yang telah memeluk agama Islam. Dalam kitab ini, disebutkan beberapa wirid yang dianggap penting dan sering diamalkan oleh masyarakat Jawa, seperti wirid Al-Fatihah, wirid Al-Ikhlas, wirid Asmaul Husna, dan lain sebagainya. Selain itu, juga terdapat penjelasan tentang makna dari setiap ayat dalam wirid tersebut, serta manfaat yang bisa didapatkan dari mengamalkannya secara rutin. Kitab Wirid Hidayat Jati merupakan salah satu bukti keberagaman agama dan budaya yang terdapat di Indonesia, di mana agama Islam telah diadaptasi dan digabungkan dengan budaya setempat.

Kitab Aturan Mendirikan Masjid

Kitab Aturan Mendirikan Masjid, juga dikenal sebagai Kitab Mantra Kramat, berisi tentang tata cara pembangunan masjid dan prosedur dalam upacara pembukaan atau peresmian masjid. Kitab ini juga memuat petunjuk mengenai etika dan perilaku dalam masjid, termasuk aturan mengenai salat dan ibadah lainnya di dalamnya. Selain itu, terdapat pula keterangan mengenai simbol dan makna arsitektur masjid, serta beberapa doa dan mantra yang dapat diucapkan dalam berbagai situasi di dalam masjid. Kitab ini sangat penting bagi umat Islam, terutama bagi mereka yang terlibat dalam proses pembangunan masjid atau perawatan serta pengelolaan masjid.


Kesultanan Mataram: Sejarah, Kekuasaan, dan Masa Kejayaan

Kesultanan Mataram merupakan salah satu kerajaan terbesar yang pernah berdiri di pulau Jawa pada masa lalu. Berawal dari keberhasilan Pangeran Senopati yang berhasil menyatukan beberapa kerajaan kecil di Jawa Tengah pada abad ke-16 Masehi, Kesultanan Mataram semakin berkembang dan menjadi kekuatan politik dan militer yang kuat di Jawa Tengah. Artikel ini akan membahas sejarah Kesultanan Mataram dari awal berdiri hingga masa kejayaannya di bawah pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Kesultanan Mataram menjadi kekuatan politik dan militer yang kuat di pulau Jawa. Sultan Agung berhasil menaklukkan banyak kerajaan di Jawa, seperti Surabaya, Pajang, dan Banten. Selain itu, Sultan Agung juga memperluas wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dengan menaklukkan beberapa daerah di luar Jawa, seperti Madura dan Lampung.

Di bidang seni dan budaya, masa pemerintahan Sultan Agung juga merupakan masa kejayaan bagi Kesultanan Mataram. Sultan Agung mendukung perkembangan seni dan sastra Jawa, seperti seni batik, wayang kulit, dan karya sastra seperti Serat Centhini dan Babad Tanah Jawi.

Kekuasaan Kesultanan Mataram

Kesultanan Mataram merupakan salah satu kerajaan yang pernah berdiri di pulau Jawa pada masa lalu. Kesultanan ini memiliki sejarah yang panjang dan bermula dari abad ke-16 hingga ke-18 Masehi. Berikut ini adalah artikel mengenai sejarah Kesultanan Mataram.

Kesultanan Mataram berawal dari keberhasilan Pangeran Senopati, seorang bangsawan Jawa yang berhasil menyatukan beberapa kerajaan kecil di Jawa Tengah pada abad ke-16 Masehi. Pada tahun 1586, Pangeran Senopati mendirikan Kerajaan Mataram yang berpusat di daerah Karta, yang kini menjadi Kota Kartasura di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.

Pangeran Senopati memiliki seorang putra bernama Panembahan Senopati Ing Ngalaga, yang kemudian menggantikan ayahnya sebagai penguasa Kerajaan Mataram. Selama masa pemerintahan Panembahan Senopati Ing Ngalaga, Kerajaan Mataram semakin berkembang dan menjadi kekuatan politik dan militer yang kuat di Jawa Tengah.

Pada tahun 1645, putra dari Panembahan Senopati Ing Ngalaga yang bernama Sultan Agung Hanyokrokusumo naik tahta sebagai raja Kerajaan Mataram. Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja terbesar dalam sejarah Kesultanan Mataram. Selama masa pemerintahannya, Sultan Agung berhasil menaklukkan banyak kerajaan di Jawa, seperti Surabaya, Pajang, dan Banten.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Kesultanan Mataram juga mengalami banyak konflik internal dan eksternal. Beberapa konflik terbesar adalah Perang Trunojoyo dan Perang Inggris-Belanda.

Perang Trunojoyo terjadi pada tahun 1675 hingga 1679 dan dipicu oleh pemberontakan seorang bangsawan Jawa yang merasa tidak puas dengan pemerintahan Sultan Amangkurat I, yang saat itu menjadi penguasa Kesultanan Mataram. Pemberontakan ini dipimpin oleh Trunojoyo, seorang keturunan dari Kerajaan Demak. Perang Trunojoyo berlangsung cukup lama dan menyebabkan banyak korban jiwa serta kerusakan yang parah di berbagai wilayah di Jawa Timur.

Sementara itu, Perang Inggris-Belanda terjadi pada awal abad ke-18 dan melibatkan Kesultanan Mataram, Belanda, dan Inggris. Pada masa itu, Belanda dan Inggris bersaing untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Belanda menganggap Kesultanan Mataram sebagai ancaman bagi perdagangan mereka dan kemudian melakukan serangan militer terhadap Kerajaan Mataram. Perang ini berlangsung selama beberapa tahun dan berakhir dengan penyerahan Kesultanan Mataram kepada Belanda pada tahun 1755.

Setelah penyerahan Kesultanan Mataram kepada Belanda, daerah-daerah di Jawa Tengah mulai dipecah-pecah menjadi berbagai kabupaten yang dikuasai oleh Belanda.

Masa Kejayaan Kesultanan Mataram

Masa kejayaan Kesultanan Mataram terjadi pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645. Selama masa pemerintahannya, Kesultanan Mataram menjadi kekuatan politik dan militer yang kuat di pulau Jawa.

Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja terbesar dalam sejarah Kesultanan Mataram. Ia berhasil menaklukkan banyak kerajaan di Jawa, seperti Surabaya, Pajang, dan Banten. Selain itu, Sultan Agung juga memperluas wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dengan menaklukkan beberapa daerah di luar Jawa, seperti Madura dan Lampung.

Di bidang seni dan budaya, masa pemerintahan Sultan Agung juga merupakan masa kejayaan bagi Kesultanan Mataram. Sultan Agung mendukung perkembangan seni dan sastra Jawa, seperti seni batik, wayang kulit, dan karya sastra seperti Serat Centhini dan Babad Tanah Jawi. Selain itu, Sultan Agung juga membangun banyak monumen bersejarah, seperti Masjid Agung dan Istana Ratu Boko.

Masa kejayaan Kesultanan Mataram juga diwarnai oleh banyak konflik internal dan eksternal. Selain Perang Trunojoyo dan Perang Inggris-Belanda, Kesultanan Mataram juga mengalami konflik internal antara para bangsawan dan penguasa Kesultanan. Konflik internal ini menyebabkan terjadinya pergantian penguasa yang seringkali disertai dengan kekerasan.

Meskipun demikian, masa kejayaan Kesultanan Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung tetap dianggap sebagai masa keemasan dalam sejarah Kesultanan Mataram. Peninggalan-peninggalan sejarah dari masa kejayaan tersebut masih bisa ditemukan hingga saat ini, seperti Candi Prambanan dan Taman Sari.

Bukti Sejarah Kesultanan Mataram

Peninggalan Kesultanan Mataram merupakan bagian penting dari sejarah Indonesia, terutama dalam hal warisan budaya dan sejarah. Beberapa peninggalan Kesultanan Mataram yang masih ada hingga saat ini antara lain:

  1. Candi Prambanan: Candi Prambanan merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Mataram yang paling terkenal. Candi ini dibangun pada abad ke-9 Masehi oleh dinasti Sanjaya, namun diperbaiki oleh raja-raja Kesultanan Mataram pada abad ke-17.
  2. Taman Sari: Taman Sari adalah kompleks bangunan yang terletak di Kota Yogyakarta. Kompleks ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I dan digunakan sebagai tempat istirahat dan rekreasi keluarga Kesultanan Mataram.
  3. Istana Ratu Boko: Istana Ratu Boko adalah sebuah kompleks istana yang terletak di dekat Candi Prambanan. Kompleks ini dibangun pada abad ke-8 Masehi dan diperbaiki oleh raja-raja Kesultanan Mataram pada abad ke-17.
  4. Keraton Kasunanan Surakarta: Keraton Kasunanan Surakarta adalah kompleks istana yang terletak di Kota Surakarta. Istana ini dibangun pada abad ke-18 oleh Sunan Pakubuwono II, penguasa Kesultanan Mataram yang menguasai wilayah Surakarta.
  5. Museum Keraton Yogyakarta: Museum Keraton Yogyakarta terletak di dalam kompleks Keraton Yogyakarta. Museum ini menyimpan berbagai koleksi sejarah dan budaya Kesultanan Mataram, seperti gamelan, wayang, pakaian adat, dan perhiasan kerajaan.

Peninggalan-peninggalan ini merupakan warisan budaya dan sejarah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Selain itu, peninggalan-peninggalan ini juga menjadi objek wisata yang populer di Indonesia, karena keindahan arsitektur dan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.

Penyebaran Islam di wilayah Kesultanan Mataram

Penyebaran Islam di wilayah Kesultanan Mataram dimulai sejak abad ke-15, ketika kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Jawa mulai menerima pengaruh agama Islam dari para pedagang dan ulama dari Timur Tengah dan India. Beberapa raja Hindu-Buddha di Jawa bahkan telah memeluk Islam pada abad ke-15, seperti Raja Kertabumi dari Majapahit.

Namun, penyebaran Islam di wilayah Kesultanan Mataram baru benar-benar meningkat pada abad ke-16, ketika Kesultanan Demak muncul sebagai kekuatan Islam di Jawa Tengah. Kesultanan Demak berhasil menaklukkan Kerajaan Majapahit pada tahun 1527, dan kemudian menjadi kekuatan Islam terkuat di Jawa.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo, Kesultanan Mataram semakin dikuatkan oleh pengaruh Islam. Sultan Agung mengambil langkah-langkah penting untuk memperkuat pengaruh Islam di wilayahnya, seperti membangun masjid-masjid dan mempekerjakan para ulama untuk mengajar agama Islam kepada rakyatnya. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Kesultanan Mataram juga mengadopsi sistem hukum Islam, yang dikenal dengan hukum Adat Mataram atau Hukum Kanoman. Sistem hukum ini menggabungkan hukum Islam dengan adat-istiadat Jawa, dan dianggap sebagai salah satu bentuk perpaduan antara agama Islam dan budaya Jawa yang khas.

Penyebaran Islam di wilayah Kesultanan Mataram tidak terjadi secara seketika. Banyak masyarakat Jawa yang masih mempertahankan kepercayaan dan praktik-praktik animisme dan dinamisme hingga saat ini. Pengaruh Islam di wilayah Kesultanan Mataram tetap menjadi salah satu faktor yang membentuk kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat Jawa hingga saat ini.


Sejarah Panjang Nusantara: Urutan Kerajaan-Kerajaan Sampai Indonesia Merdeka

Nusantara adalah sebuah wilayah yang memiliki banyak kerajaan di masa lalu. Kerajaan-kerajaan ini memiliki sejarah panjang dan peradaban yang kaya. Kami akan membahas sejarah dan ciri khas dari setiap kerajaan tersebut, mulai dari Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram Kuno, Majapahit, Demak, Kesultanan Aceh, Kesultanan Banten, Kesultanan Mataram, Kesultanan Ternate, Kesultanan Bima, dan Kesultanan Palembang Darussalam. Berikut adalah urutan beberapa kerajaan di Nusantara beserta tahunnya:

  1. Kerajaan Kutai (abad ke-4 hingga ke-5 Masehi) Kerajaan Kutai adalah kerajaan tertua di Nusantara yang dikenal dalam sejarah. Kerajaan ini berada di Kalimantan Timur, tepatnya di sekitar muara Sungai Mahakam. Kerajaan Kutai didirikan oleh Kudungga pada abad ke-4 Masehi dan berlangsung hingga abad ke-5 Masehi.
  2. Kerajaan Tarumanegara (abad ke-4 hingga ke-7 Masehi) Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan yang berada di Jawa Barat dan didirikan pada abad ke-4 Masehi. Kerajaan ini dikenal sebagai salah satu kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Raja pertama kerajaan ini adalah Sang Hyang Tapakuan yang memerintah pada awal abad ke-5 Masehi.
  3. Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 hingga ke-14 Masehi) Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang berada di Sumatra Selatan dan pernah menjadi kerajaan maritim terbesar di Nusantara. Kerajaan ini didirikan pada abad ke-7 Masehi oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Puncak kejayaan kerajaan Sriwijaya terjadi pada abad ke-8 hingga ke-11 Masehi.
  4. Kerajaan Mataram Kuno (abad ke-8 hingga ke-10 Masehi) Kerajaan Mataram Kuno adalah kerajaan yang berada di Jawa Tengah dan pernah menjadi kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Indonesia. Kerajaan ini didirikan pada abad ke-8 Masehi oleh Sanjaya. Puncak kejayaan kerajaan Mataram Kuno terjadi pada masa pemerintahan Raja Balitung.
  5. Kerajaan Majapahit (abad ke-13 hingga ke-16 Masehi) Kerajaan Majapahit adalah kerajaan yang berada di Jawa Timur dan pernah menjadi kerajaan Hindu terbesar di Indonesia. Kerajaan ini didirikan pada abad ke-13 Masehi oleh Raden Wijaya. Puncak kejayaan kerajaan Majapahit terjadi pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.
  6. Kerajaan Demak (abad ke-15 hingga ke-16 Masehi) Kerajaan Demak adalah kerajaan Islam pertama di Jawa dan didirikan pada abad ke-15 Masehi oleh Raden Patah. Kerajaan ini menjadi kerajaan Islam yang paling kuat di Nusantara pada abad ke-16 Masehi.
  7. Kesultanan Aceh (abad ke-16 hingga ke-19 Masehi) Kesultanan Aceh adalah kesultanan Islam yang berada di Aceh, Sumatra dan didirikan pada abad ke-16 Masehi.
  8. Kesultanan Banten (abad ke-16 hingga ke-19 Masehi) Kesultanan Banten adalah kesultanan Islam yang berada di Banten, Jawa Barat dan didirikan pada abad ke-16 Masehi. Kesultanan Banten menjadi salah satu kerajaan Islam terbesar di Nusantara pada abad ke-17 Masehi.
  9. Kesultanan Mataram (abad ke-16 hingga ke-18 Masehi) Kesultanan Mataram adalah kesultanan yang berada di Jawa Tengah dan didirikan pada abad ke-16 Masehi oleh Senopati. Kesultanan Mataram terbagi menjadi tiga periode: Mataram Kuno, Mataram Islam, dan Mataram Baru.
  10. Kesultanan Ternate (abad ke-13 hingga ke-19 Masehi) Kesultanan Ternate adalah kesultanan Islam yang berada di Maluku Utara dan didirikan pada abad ke-13 Masehi. Kesultanan ini menjadi salah satu pusat perdagangan rempah-rempah di Nusantara pada abad ke-16 dan ke-17 Masehi.
  11. Kesultanan Bima (abad ke-17 hingga ke-20 Masehi) Kesultanan Bima adalah kesultanan yang berada di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dan didirikan pada abad ke-17 Masehi. Kesultanan Bima menjadi pusat perdagangan penting di wilayah timur Indonesia.
  12. Kesultanan Palembang Darussalam (abad ke-16 hingga ke-19 Masehi) Kesultanan Palembang Darussalam adalah kesultanan Islam yang berada di Sumatra Selatan dan didirikan pada abad ke-16 Masehi. Kesultanan ini menjadi pusat perdagangan yang penting di wilayah Sumatra Selatan pada abad ke-17 dan ke-18 Masehi.
  13. Kesultanan Tidore (abad ke-15 hingga ke-19 Masehi) Kesultanan Tidore adalah kesultanan Islam yang berada di Maluku Utara dan didirikan pada abad ke-15 Masehi. Kesultanan Tidore menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di wilayah Maluku pada abad ke-16 dan ke-17 Masehi.
  14. Kesultanan Palembang (abad ke-7 hingga ke-17 Masehi) Kesultanan Palembang adalah kesultanan yang berada di Sumatra Selatan dan didirikan pada abad ke-7 Masehi. Kesultanan Palembang dikenal sebagai pusat peradaban awal di Indonesia dan menjadi pusat perdagangan penting di wilayah Sumatra Selatan pada abad ke-10 hingga ke-13 Masehi.
  15. Kesultanan Deli (abad ke-17 hingga ke-20 Masehi) Kesultanan Deli adalah kesultanan yang berada di Sumatra Utara dan didirikan pada abad ke-17 Masehi. Kesultanan ini menjadi pusat perdagangan penting di wilayah Sumatra Utara pada abad ke-19 dan ke-20 Masehi.
  16. Kesultanan Pontianak (abad ke-18 hingga ke-20 Masehi) Kesultanan Pontianak adalah kesultanan yang berada di Kalimantan Barat dan didirikan pada abad ke-18 Masehi. Kesultanan Pontianak menjadi pusat perdagangan penting di wilayah Kalimantan Barat pada abad ke-19 dan ke-20 Masehi.
  17. Kerajaan Kutai Kartanegara (abad ke-4 hingga ke-17 Masehi) Kerajaan Kutai Kartanegara adalah kerajaan yang berada di Kalimantan Timur dan didirikan pada abad ke-4 Masehi. Kerajaan ini menjadi pusat kebudayaan dan perdagangan penting di wilayah Kalimantan Timur pada abad ke-5 hingga ke-17 Masehi.
  18. Kesultanan Buton (abad ke-14 hingga ke-20 Masehi) Kesultanan Buton adalah kesultanan yang berada di Sulawesi Tenggara dan didirikan pada abad ke-14 Masehi. Kesultanan Buton menjadi pusat perdagangan penting di wilayah Sulawesi Tenggara pada abad ke-16 hingga ke-18 Masehi.
  19. Kesultanan Gowa-Tallo (abad ke-16 hingga ke-19 Masehi) Kesultanan Gowa-Tallo adalah kesultanan yang berada di Sulawesi Selatan dan didirikan pada abad ke-16 Masehi. Kesultanan Gowa-Tallo menjadi salah satu pusat perdagangan penting di Sulawesi Selatan pada abad ke-17 dan ke-18 Masehi.
  20. Indonesia Merdeka (1945) Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Setelah itu, Indonesia mengalami perjalanan panjang dalam membangun negara dan masyarakat yang kuat dan mandiri. Sejak saat itu, Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat di dunia internasional.

Sejarah Nusantara sangatlah kaya dan memiliki banyak peristiwa penting yang membentuk perjalanan panjang negara ini. Melalui penelitian dan pemahaman sejarah, kita dapat menghargai warisan dan budaya nenek moyang kita serta memahami perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kemakmuran bangsa.

Readmore…


Kesultanan Johor

Kesultanan Johor merupakan salah satu kerajaan Melayu yang memiliki sejarah panjang dan berpengaruh di Nusantara. Berdiri pada tahun 1528, Kesultanan Johor menjadi pusat kebudayaan, perdagangan, dan agama Islam di wilayah Melayu dan sekitarnya. Dalam sejarahnya, Kesultanan Johor mengalami masa kejayaan pada abad ke-17 hingga ke-18, ketika menjadi salah satu kekuatan maritim di Selat Malaka dan memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Sumatera dan Kalimantan. Kesultanan Johor juga memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam di kawasan Melayu dan Nusantara melalui dukungan terhadap para ulama dan hubungan yang erat dengan kesultanan-kesultanan Islam lainnya di wilayah tersebut. Readmore…


Sejarah Islam di Malaysia: Perkembangan Islam Sejak Abad ke-7 Masehi Hingga Kini

Sejarah Islam di Malaysia dimulai pada abad ke-7 Masehi, ketika pedagang Arab Muslim mulai melakukan perdagangan dengan orang Melayu di Semenanjung Malaysia. Pada abad ke-13, Raja Kedah, Maharaja Mudzafar Shah, memeluk agama Islam dan menjadikannya agama resmi kerajaannya. Pada abad ke-15, Kesultanan Melaka menjadi pusat perdagangan dan agama Islam di wilayah ini. Awalnya didirikan oleh seorang raja Hindu bernama Parameswara,  setelah memeluk Islam, kesultanan ini berubah menjadi kesultanan Islam. Kesultanan Melaka terkenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah dan menarik perhatian pedagang dari seluruh dunia Muslim.

Pada abad ke-19, Inggris datang ke Malaysia dan menguasai hampir seluruh Semenanjung Malaysia. Mereka menerapkan kebijakan pemisahan antara agama dan politik, dan memperbolehkan masyarakat Melayu untuk mempraktikkan agama Islam dengan bebas. Setelah kemerdekaan Malaysia pada tahun 1957, Islam menjadi agama resmi negara. Hal ini berarti pemerintah Malaysia mengakui Islam sebagai agama utama dan memiliki pengaruh besar dalam politik, sosial, dan budaya Malaysia. Readmore…


Sejarah Penyebaran Islam di Kalimantan Selatan dan Peran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Islam mulai masuk ke wilayah Kalimantan pada abad ke-15 Masehi melalui para pedagang muslim yang berasal dari Kesultanan Melayu. Pedagang muslim dari Kesultanan Melayu ini seringkali menjalin hubungan dagang dengan masyarakat Dayak di pedalaman Kalimantan. Dalam hubungan dagang tersebut, pedagang muslim tersebut memberikan pengaruh keagamaan kepada masyarakat Dayak sehingga masyarakat Dayak mulai tertarik untuk memeluk Islam.

Pada abad ke-16, agama Islam semakin berkembang di Kalimantan ketika para wali atau ulama Islam datang ke wilayah tersebut. Salah satu wali Islam yang datang ke Kalimantan adalah Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang berasal dari Banjarmasin. Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari merupakan tokoh yang sangat berpengaruh dalam penyebaran Islam di Kalimantan. Readmore…


Doa Niat Zakat Fitrah, Tata Cara Menunaikan dan Keutamaan Zakat Fitrah

Doa Zakat Fitrah adalah sebagai berikut:

بِسْمِ اللهِ تَعَالَىٰ، اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَصَدَقَتَنَا وَزَكَاةَ أَمْوَالِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Bismillahit ta’ala, Allahumma taqabbal minna siyamana wa qiyamana wa shadaqatana wa zakata amwalina, wa tub ‘alaina innaka anta at-tawwabur-rahim.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Tinggi, Ya Allah terimalah dari kami puasa, shalat, sedekah dan zakat yang telah kami berikan. Berikanlah ampunan atas segala dosa kami, karena Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.Readmore…


Merayakan Idul Fitri untuk Meningkatkan Ketaqwaan dan Merajut Silaturahmi

Idul Fitri adalah hari raya umat Islam yang dirayakan setelah sebulan penuh berpuasa selama bulan Ramadan. Hari raya ini memiliki nilai penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain sebagai momen untuk bermaaf-maafan, Idul Fitri juga menjadi momentum untuk memperkuat tali silaturahmi dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat Rasulullah, juga ditegaskan pentingnya merayakan Idul Fitri sebagai salah satu momen penting dalam agama Islam. Beberapa hadits yang menunjukkan pentingnya Idul Fitri antara lain sebagai berikut: Readmore…


Perkembangan Infrastruktur dan Pemukiman di Banten Sebelum dan Saat Kesultanan Maulana Yusuf

Perkembangan Infrastruktur dan Pemukiman Banten Sebelum Masa Kesultanan dan Menjelang Masa Pemerintahan Sultan Maulana Yusuf

Sejarah panjang telah dimiliki oleh Banten sebelum Dinasti Islam merebut kekuasaannya. Banten telah mendapat pengaruh dari kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha, seperti Tarumanegara, Sriwijaya, dan Pajajaran. Sejak abad ke-5 Masehi, Banten telah masuk ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara. Namun, tidak banyak keterangan yang menyebutkan tentang pengembangan dan pemukiman masyarakat Banten pada masa tersebut. Setelah Kerajaan Tarumanegara berakhir pada akhir abad ke-7, pengembangan kota dapat ditelusuri dari penggalian yang dilakukan oleh arkeolog di daerah pedalaman Kota Serang.

  1. Pengaruh Kerajaan Tarumanegara Pada masa Kerajaan Tarumanegara, mata pencaharian penduduk Banten sangat bergantung pada alam sekitarnya. Kegiatan-kegiatan seperti perburuan, pertambangan, perikanan, dan perniagaan menjadi mata pencaharian penduduk, selain pertanian, pelayaran, dan peternakan. Berita mengenai perburuan dapat diperoleh dari berita tentang adanya cula badak dan gading gajah yang diperdagangkan. Kerajaan Tarumanegara juga menurut kronik Cina disebut T-Lo-Mo yang pada abad VI dan VII Masehi mengirim utusannya ke Cina.
  2. Pengaruh Kerajaan Jawa dan Melayu Setelah Kerajaan Tarumanegara berakhir, pengaruh Jawa dan Melayu terlihat di Banten Girang. Kerajaan Banten Girang yang sudah berdiri terkena pengaruh ganda dari kedua kebudayaan besar tersebut. Kitab Negarakertagama menggambarkan wilayah politik Banten Girang sebagai wilayah pengaruh Jawa mulai tahun 1275 Masehi setelah Raja Kertanegara melancarkan ekspedisi militer melawan Melayu-Jambi yang dikenal dengan ekspedisi pamalayu. Pengaruh Melayu pun, baik politik maupun budaya selama berabad-abad terasa di daerah itu dari akhir abad ke-7 sampai abad ke-10, lalu dari awal abad ke-11 sampai paro kedua abad ke-13.
  3. Pemakaian Bahasa di Banten Girang Dua kebudayaan besar, Melayu dan Jawa, mempengaruhi pemakaian bahasa di Banten Girang. Bahasa Melayu diperkirakan digunakan di Banten Girang bersamaan dengan bahasa Jawa. Terlihat dengan nyata dalam sebuah surat pendek yang oleh syahbandar keturunan Cina ditulis dalam bahasa Melayu dengan aksara Jawa.

Readmore…


Perkembangan Ekologi dan Sosio-Kultural Kota Banten Girang pada Masa Pra-Kolonial

Sejarah kota dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya adalah perkembangan ekologi kota. Hubungan antara manusia dan lingkungan alamnya merupakan salah satu kekuatan yang membentuk karakter kota. Artikel ini membahas perubahan ekologi dan sosio-kultural Kota Banten Girang, sebuah kerajaan di Indonesia pada masa pra-kolonial.

Topografi dan Lokasi Kota Letak pusat Kerajaan Banten Girang pada masa lalu terletak di pedalaman. Meskipun demikian, kerajaan ini tidak termasuk kerajaan pedalaman yang memperlihatkan sifat peradaban yang tertutup dan statis, dengan ekspresi kebudayaan yang lebih kurang seragam, seperti yang ditemui pada kota-kota pedalaman Jawa masa pra-kolonial. Banten Girang merupakan kerajaan terbuka dan merupakan daerah yang penting bagi jaringan laut internasional. Hal ini didasarkan pada temuan arkeologis di lokasi tersebut berupa keramik impor, seperti dari Cina, Vietnam, dan Thailand. Selain itu, ditemukan pula manik-manik dan mata uang logam dari dinasti Tang, Cina.

Perubahan Sosio-Kultural Kota Banten Girang merupakan perwujudan kosmologis dalam kerajaan bercorak Hindu. Bangunan-bangunan sakral seperti istana dan tempat ibadah ditempatkan pada ketinggian untuk melambangkan kekuasaan dan religiositas. Sedangkan, bangunan yang sifatnya umum untuk kegiatan ekonomi dan sosial, seperti perumahan, dan pasar ditempatkan di daerah kerendahan. Konsep yang dianut agama Hindu-Budha dan Islam pada masa itu berbeda. Zaman pra-Islam orang cenderung memilih dataran tinggi berdasarkan konsep kosmologi yang percaya adanya dunia atas dan bawah. Readmore…